Bernostalgia Bersama Tembang Lawas Koes Plus dan Panbers
"Bukan lautan hanya kolam susu..
Kail dan jala cukup menghidupimu..
Tiada badai tiada topan kau temui..
Ikan dan udang menghampiri dirimu..
Orang bilang tanah kita tanah surga..
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.."
"Begini nasib jadi bujangan..
Ke mana mana asalkan suka..
Tiada orang yang melarang..
Hati senang walaupun tak punya uang.."
Sebagai generasi milenial yang lahir di tahun 90-an, telinga kecil saya masih akrab dengan penggalan lirik dua lagu di atas. Meski saat itu masih berseragam putih merah, saya masih familiar dengan lagu-lagu lawas yang sering diputar oleh orang tua maupun tetangga saya.
Awalnya saya tidak menyadari siapa penyanyi dari tembang lawas tersebut. Ternyata lagu itu dinyanyikan oleh grup musik legendaris di Indonesia, Koes Plus. Grup musik yang dulunya bernama "Koes Bersaudara" ini memang hits di tahun 70-an dengan lagu-lagunya yang tak lekang oleh jaman. Apalagi di tahun 2004, sebuah album tribute diluncurkan dimana musisi Erwin Goetawa berkolaborasi dengan penyanyi terkenal untuk mendaurulang lagu-lagu Koes Plus.
Saat itulah saya banyak mendengar tembang-tembang lawas milik Koes plus lainnya. Meski demikian, lagu yang sering saya dengar waktu kecil masih tetap terngiang dan terkenang dalam benak saya, seperti "Kolam Susu", "Diana", "Kapan-kapan", "Kembali ke Jakarta" dan tentu saja yang paling fenomenal, "Bujangan".
Berawal dari obrolan di grup WhatsApp. Ternyata ada undangan untuk menghadiri sebuah konser konser tribut untuk Koes Plus dan juga Panbers. Untuk grup yang terakhir, meski tidak sememorable Koes Plus bagi saya pribadi, namun grup musik "Panjaitan Bersaudara" ini juga merupakan salah satu band legendaris di Indonesia. Dua lagu hitsnya yang sering saya dengar adalah "Ayah" dan "Gereja Tua".
Sebelumnya, saya ingin memperkenalkan The Professor Band terlebih dahulu. Pernahkah Anda melihat seorang profesor? Di perguruan tinggi pasti Anda sering melihatnya wara-wiri sebagai pengajar? Lalu pernahkah Anda melihat musisi? Pasti sering, baik di media cetak, elektronik sampai media sosial.
Akan tetapi, pernahkah Anda melihat profesor yang menjadi musisi? Atau profesor universitas yang bermusik dalam satu band? Sangat langka bukan. Namun kumpulan orang-orang cerdas yang identik dengan kepala botak dan rambut putih yang berkumpul membentuk satu band dan bermain musik ternyata benar-benar ada. Mereka adalah The Professor Band (TPB), yang terdiri dari dosen dan pengajar di Universitas Indonesia (UI).
Filosofi terbentuknya TPB adalah untuk menyeimbangkan kinerja otak kanan dan otak kiri. Sebagai tenaga pengajar yang dominan menggunakan otak kiri, mereka butuh aktivitas yang menyeimbangkan otak kanan, salah satunya lewat bermusik. Para anggotanya juga belajar untuk tidak egois karena bermusik harus seirama agar terdengar indah. Mereka juga merasa nyaman dan terhibur karena musik yang menyenangkan akan membuat awet muda.
Tak hanya itu, TPB juga ingin memberi pesan kepada para mahasiswa bahwa bermain, belajar dan bermain musik sama pentingnya. Dengan demikian, para mahasiswa tidak harus berkutat dengan buku-buku yang menjemukkan saja tetapi juga dengan kegiatan lain yang menyenangkan seperti bermusik.
Bernostalgia dalam konser TPB
Bertempat di Auditorium Makara Art Center UI pada Jumat, 27 Juli 2018, Pukul 16.00-18.00 WIB, THE PROFESSOR PLUS tribute to Koes Plus dan Panbers kembali mengadakan konser yang membawa penonton kembali bernostalgia. Para penonton yang mayoritas berasal dari generasi X terhanyut dalam alunan musik dari tembang lawas tersebut. Dalam konser ini, TPB juga berkolaborasi dengan para mahasiswa yang berasal dari generasi milenial bahkan generasi Z.
Lagu "Muda-mudi" menjadi pembuka konser, seolah ingin mengetengahkan persoalan muda-mudi di zaman now. Berikutnya para audiens kembali dihibur dengan lagu-lagu Koes Plus maupun Panbers seperti Kisah Sedih di Hari Minggu, Ayah, Terlambat Sudah, Gereja Tua, Andaikan Kau Datang dan Bunga di Tepi Jalan. Oh ya, acara ini juga dihadiri oleh tamu spesial yaitu salah satu anggota Koes Plus, Yok Koeswoyo.
Ke depannya, saya berharap The Professor Band tetap melestarikan lagu pop-klasik di tengah menjamurnya lagu pop zaman now yang cepat booming tapi juga cepat dilupakan. Semoga lagu-lagu lawas dari musisi legendaris tersebut tetap eksis dan berjaya di tengah arus modernisasi dan perkembangan zaman. Sama seperti lagu-lagu Koes Plus yang terpatri dalam hati dan tak pernah pudar meski sudah lewat bertahun-tahun sejak saya pertama kali mendengarnya.
Mari berdendang dan bernostalgia.
Saya juga perlu menyeimbangkan otak kanan dan kiri nih. Soalnya otak kirinya dominan banget. Apa saya harus bawa kecrekan di lampu merah hehehe....
BalasHapusMungkin lebih cocok lewat nulis saja biar imbang. Walaupun jarang nulis juga sih wkwkwk...
Otak kanan berhubungan dengan seni. Cukup disalurkan aja dengan menulis mas..
HapusHehehe